Sejarah Perjudian di Jakarta Dari Zaman ke Zaman

Sejarah Perjudian di Jakarta Dari Zaman ke Zaman – Suatu ketika, beberapa bulan lalu, kami berjalan di jalur sempit di kawasan Ketapang, Jakarta Barat. Kami melintasi lokasi pembantaian saat kerusuhan Ketapang, 1998. Saya masih ingat dengan jelas potret monokrom James Nachtwey yang menggambarkannya. Tiba-tiba, sepertinya saya hanya bisa mencium bau darah anyir, menggantikan aroma restoran fast food di sana.

Tiba-tiba aku pergi. Ada perasaan ingin menghadapi ketakutan batin Anda dengan foto hitam putih Googleing. Tetap saja, saya memilih untuk mencari tahu latar belakang cerita pembantaian tersebut. Sambil menyeruput minuman diabetes yang diinginkan teman-teman di Gajah Mada Plaza, pikiran saya kembali ke masa lalu, ketika Ketapang tiba-tiba menjadi kacau setelah seorang warga dipukul oleh petugas parkir di area perjudian. Saya berpikir kalau-kalau ini ada hubungannya dengan sejarah perjudian di Jakarta

Pertengkaran sepele seperti itu memicu konflik ras dan agama yang serius. Rumor juga beredar bahwa preman yang menjaga tempat parkir dan rumah judi akan menyerang penduduk muslim di sekitar mereka. Perbedaan masjid lokal dan rumah judi menjadi saksi bisu dari kejadian berdarah ini.

Ketapang mendapat hoki dari lokalisasi perjudian dan prostitusi di Mangga Besar. Misalnya ada Millennium International Executive Club di Gajah Mada Plaza. Jaringan bisnis malam itu antara lain Mangga Besar, Batu Ceper, Gajah Mada, dan apartemen di Hayam Wuruk yang terkenal menyediakan PSK impor.

Saya menjadi tertarik belajar tentang sejarah perjudian di Jakarta, yang menghubungkan titik-titik dalam jaringan kehidupan malam Jakarta yang lama. Judi dulu berada di jantung kota Jakarta yang padat dan riuh, beserta stereotipnya, antara lain: pemilik tempat judi umumnya orang Timur, pemiliknya orang Tionghoa.

Kasino Jakarta Icon

judi bola online

Sejarah perjudian di Jakarta kita akan mulai dari kejadian sebelu peristiwa Ketapang. Jauh sebelum kerusuhan Ketapang terjadi, tepat pada masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin, rumah judi sudah mendapat izin beroperasi di ibu kota. Baru pada tahun 1974, melalui UU No. 7 Tahun 1974, perjudian “diselenggarakan, dibatasi pada lingkungan terkecil, sehingga dapat diberantas sepenuhnya di seluruh Indonesia”.

Hailai, Ancol, beroperasi sebagai kasino sejak 1971. Pada masa kejayaannya, kasino ini dijalankan oleh raja judi Hongkong Stanley Ho, bekerja sama dengan PT Pembangunan Jaya Ancol. Stanley memiliki 19 kasino utama di Asia dan dekat dengan pemerintah. Pengalaman Stanley selama 75 tahun menjalankan bisnis kasino memastikan bahwa Hailai selalu bersinar dan uang berputar cepat di dalamnya.

Sekarang Hailai telah menjadi restoran keluarga. Terakhir kali saya mengunjunginya, untuk makan dim sum, dia tampak default. Tenang, redup, dan berbau seperti kayu busuk.

Ancol juga memiliki Copacabana Casino. Sebelumnya, Gubernur Ali Sadikin mempercayakan pengusaha Apyang dan Yo Putshong untuk mengelola perjudian di seluruh Ancol, Jakarta Utara. Dan Copacabana adalah ledakan pertama, menandai dimulainya kemenangan judi di Jakarta. Judi yang sudah ada sejak zaman kolonial akhirnya dimainkan secara terbuka dan terbuka.

Copacabana juga menjadi tujuan utama para penjudi di ibu kota dan luar negeri. Penampilannya mirip dengan yang ada di benak kita saat membayangkan suasana kasino tahun 70-80an: interior berwarna cerah, mobil cantik, tuksedo satin berkilau.

Mengapa Perjudian Pernah Sah di Jakarta?

Fakta kesalahan perjudian di Jakarta tidak dapat dipisahkan dari kelembapan ekonomi Indonesia pada periode 1965-1966.

Pada mulanya, Presiden Soekarno melantik Ali Sadikin untuk menggantikan Gabenor Soemarno Sosroatmodjo. Keutamaan utama bagi gabenor baru adalah pembangunan. Dia menerjemahkan visi Soekarno untuk menjadikan Jakarta sebagai kota metropolitan. Namun, rencana induk bertentangan dengan anggaran Jakarta yang relatif kecil, hanya Rp.66 juta. Jumlah ini mencukupi untuk membayar gaji pekerja. Oleh itu, demi pengembangan, Ali mengenal pasti sumber cukai baru dan menjadikan pengurusan cukai yang ada lebih berkesan.

Ali melihat perjudian berkembang di Jakarta, dengan perlindungan sejumlah pegawai dan anggota tentera. Oleh itu, dia mengambil langkah kontroversial: menciptakan sumber pendapatan baru untuk pemerintah kota dengan menghalalkan dan mengenakan cukai perjudian.

Berdasarkan Undang-undang No. 11 tahun 1957 tentang Peraturan Pajak Daerah, Ali menghalakan praktik perjudian di Jakarta. Hasilnya: Anggaran Jakarta telah meningkat dengan ketara. Cukai perjudian ini termasuk dalam pendapatan khas dan digunakan untuk melaksana kan pemulihan dan pembangunan wilayah.

Pengesahan perjudian bukan tanpa halangan. Banyak ahli politik Islam dan anggota tentera yang menentangnya.

Sejarah Perjudian di Jakarta di Zaman Kolonial Belanda

Sekiranya anda ingin mengunjungi kawasan perjudian di Jakarta, anda tidak boleh pergi jauh dari kawasan Chinatown. Di tempat ini kita bisa belajar tentang sejarah perjudian di Jakarta. Berjudi adalah sebahagian daripada budaya Cina. Ini bisa kita lihat sebagai cara yang baik untuk menguji nasib anda, terutamanya pada hari cuti seperti Tahun Baru Cina, dan juga untuk menghilang kan nasib buruk.

Kawasan Taman Sari, yang merupakan Chinatown sejak zaman penjajahan, pernah menjadi pusat perjudian yang besar. Langkah ini pemerintah Hindia Belanda ambil untuk mendapatkan simpanan dari etnik Cina yang sering berjudi.

Dalam buku Willard A. Hanna Hikayat Jakarta terdapat kisah mengenai seorang penjudi wanita. Dia memberikan suaminya selir sehingga dia dapat berjudi dengan bebas. Tidak kira sama ada benar atau tidak, kisah ini menggambarkan betapa taksubnya era penjajahan China dengan perjudian. Dan peluang ini pemerintah kolonial gunakan untuk mencari sewa.

Baca juga: Mengenal Pachinko, Salah Satu Mesin Judi Paling Terkenal di Jepang

Sebagai tambahan kepada cukai perjudian, pemerintah Hindia Belanda juga mengenakan cukai penggunaan alkohol kepada warganegara China. Sehingga kini, kita dapat melihat bagaimana Daerah Taman Sari yang terkenal, terutamanya Jalan Mangga Besar, adalah pusat hiburan malam.

Saya masih ingat, pada tahun 2005, semasa saya di tadika, terdapat banyak perjudian elit. Kempen anti perjudian sedang dipergiat oleh Ketua Polis yang baru, Jeneral Sutanto. Berita di televisyen tiub di rumah saya ketika itu tidak jauh dari serbuan di rumah judi, penyitaan peralatan perjudian, dan penangkapan perjudian.

Pada masa itu, antara menonton Spacetoon, Nickelodeon dan Cartoon Network, dia mendengar kan berita “Hati-hati, berhati-hatilah!” dilakukan oleh lelaki bertopeng Phantom of the Opera, adalah aktiviti malam yang tidak akan pernah saya lewatkan.

Demikian sudah saya berbagi pengalaman dengan menuliskan artikel yentang sejarah perjudian di Jakarta Dari zaman ke zaman. Kiranya ini menambah pengetahuan Anda tentang sejarah perjudian.